Sunday, January 28, 2018

Siapakah diriku, dari manakah aku?


Suatu waktu ada seorang yang selalu bertanya-tanya kepada setiap orang yang ditemuinya: “Siapakah diriku, dari manakah aku?’ Hanya saja kepada siapa pun ia bertanya, selalu saja tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Bahkan kebanyakan orang yang ia tanyai justru memalingkan wajahnya. Sebagian lagi hanya mendengarkan tanpa berkata apa-apa. Ada juga yang berpura-pura mendengar akan tetapi sama sekali tidak menjawabnya. Semua ini karena mereka menganggap jika pertanyaan itu tidak berarti. Bahkan untuk sebagian orang menganggap kalau pertanyaan itu tidaklah layak untuk didengarkan.

Akhirnya pada suatu hari, ia sampai ke sebuah desa di kaki sebuah bukit. Dengan penuh harapan ia masuk ke dalam desa itu. Ia mengira kalau saat itulah ia akan mendapatkan jawaban dari pertanyaannya. Hanya saja setiap kali ia bertanya kepada penduduk di desa itu selalu saja mereka mengatakan: “Ada baiknya engkau tanyakan pertanyaanmu ini kepada seorang alim yang tinggal sendirian di lereng bukit. Dia mungkin bisa menjawab pertanyaanmu.”

Mendengar hal ini orang itu langsung pergi ke puncak bukit untuk secepatnya mencari orang alim yang dimaksudkan. Benar apa yang dikatakan oleh para penduduk kampung. Ia menemukan orang alim itu tinggal dalam sebuah gubuk di puncak bukit. Setelah mendengarkan pertanyaannya, akhirnya orang alim itu berkata: “Baiklah sekarang coba engkau berjalan mengitari pekarangan ini sebanyak dua kali. Hanya saja aku berikan satu sendok makan penuh dengan air. Jangan sampai engkau tumpahkan air itu. Setelah itu baru aku akan memberikan jawaban dari pertanyaanmu itu.”

Mulailah orang itu berjalan pelan mengelilingi pekarangan dengan kedua tangannya memegangi sendok berisi air penuh. Orang itu berjalan dengan begitu hati-hati mengelilingi pekarangan seperti yang orang alim itu sampaikan. Sampai pada akhirnya memang dia bisa menghadap kepada orang alim itu tanpa setetes air tumpah dari sendok.

“Wahai alim! Sekarang saya sudah melakukan apa yang Anda perintahkan dengan tanpa setetes air pun berkurang dari dalam sendok.”

“Baiklah. Sekarang jalanlah mengitari taman yang di samping halaman itu. Terangkanlah tentang jenis tanaman berbunga yang ada di taman ini dan hitunglah berapa jumlahnya. Orang itu berjalan mengelilingi taman. Sungguh betapa indahnya taman bunga itu. Di sana ia menjumpai banyak tanaman berbunga yang sangat indah dan belum pernah ia temukan sebelumnya. Bahkan di sana juga ada berbagai macam burung, kupu-kupu, dan serangga. Belum lagi hamparan tanah pesawahan yang menghijau membuat setiap orang yang memandangi merasa begitu terpesona. Semuanya tersaji dengan begitu seimbang dan harmonis. Ia sama sekali tidak menyangka ada pemandangan yang begitu indah pada saat berkeliling pertama kali. Iya, karena saat itu ia hanya terpaku, berkonsentrasi menjaga agar air yang dalam sendok yang dibawanya tidak tumpah.

Setelah berkeliling dan menyaksikan semua keindahan dalam taman, orang itu kemudian kembali kepada sang alim untuk menerangkan apa yang telah dilihatnya. Sang alim pun kemudian berkata;

“Demikianlah kehidupan. Kebanyakan orang hanya terkonsentrasi untuk memerhatikan beberapa tetes air yang terkumpul dalam ujung sendok kecil itu. Kita umat manusia menghabiskan nikmat umur yang sangat berharga hanya untuk mengurusi hal-hal yang sebenarnya remeh, sama sekali tidak berguna. Padahal inti dari kehidupan ini adalah untuk sadar diri, merenungi, mengambil pelajaran, mengambil manfaat dari apa saja yang ada dalam kehidupan ini. Dengan demikian yang terpenting bukanlah apa yang terjadi, melainkan apakah hikmah di balik setiap kejadian, apakah hikmah di balik setiap penciptaan.”

“Jika saja manusia mampu melihat dengan benar, maka semuanya akan terlihat penuh dengan hikmah dalam pandangan matanya. Namun, sayangnya kebanyakan manusia tidak menggunakan pandangannya dengan benar. Sehingga ia tertipu oleh nafsunya, menyangka kalau dunia ini hanyalah sebatas seluas sendok kecil. Maka perhatikanlah! Rahasia dari siapa dirimu terletak pada niat dan cara pandang yang seperti ini.”

*** Efvy Z - Just for sharing ***

No comments:

Post a Comment

Give Your Comments.